Eksistensi Bimbingan dan Konseling Dalam Setiap Perubahan Kurikulum
Di manakah eksistensi Bimbingan dan
Konseling setiap ada pergantian kurikulum? Pertanyaan itu selalu muncul
di setiap benak Guru Bimbingan dan Konseling / Konselor . Telah kita
ketahui bersama bahwa adanya kurikulum baru pasti didahului adanya
regulasi yang mengatur secara teknis jalannya kurikulum tersebut. Namun
regulasi yang diluncurkan pemerintah berkaitan dengan perubahan
kurikulum terkadang hanya menyentuh pada guru mata pelajaran terbukti
dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan yang isinya mengatur
jalannya pembelajaran seperti bentuk penilaian, Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran ( RPP), dll. Sedangkan Guru Bimbingan dan Konseling /
Konselor untuk membuat Rencana Pelaksanaan Layanan ( RPL ) masih harus
berkreasi dan berinovasi sendiri sebab sampai sekarang belum ada aturan
yang baku yang diperlakukan sebagaimana guru mata pelajaran.
Namun demikian Kurikulum 2013 merupakan
tonggak sejarah bagi bimbingan dan konseling karena keberadaannya diatur
secara khusus dalam peraturan menteri yakni Permendikbud Nomor 111
Tahun 2014. Sebelum peraturan menteri ini diterbitkan sebenarnya
kedudukan Bimbingan dan Konseling juga sudah jelas namun hanya
dimasukkan ke dalam lampiran peraturan menteri sebelumnya. Sebagai Guru
Bimbingan dan Konseling / Konselor kita patut bersyukur karena tidak ada
yang perlu diperdebatkan lagi tentang jam masuk kelas atau rasio guru
bimbingan dan konseling dengan jumlah siswa karena aturannya sudah
jelas. Sekarang yang perlu kita tunggu adalah buku petunjuk
pelaksanaannya agar tidak terjadi kebingungan di kalangan Guru
Bimbingan dan Konseling /Konselor di lapangan.
Dengan keberadaan Bimbingan dan Konseling
saat ini memang tidak lepas dari peran para pakar atau pemerhati
Bimbingan dan Konseling yang tidak pernah lelah untuk memperjuangkan
sampai diakui keberadaannya di setiap jenjang pendidikan baik dasar
maupun menengah.
Kalau kita menengok ke belakang dapat
melihat bagaimana awal mula munculnya Bimbingan dan Konseling dalam
konteks pendidikan di Indonesia, seperti yang dijelaskan (Boharudin
,2011 ) bahwa sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia
diawali dari dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan
dan Penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali
sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi
IKIP) di Malang tanggal 20 – 24 Agustus 1960. Perkembangan berikutnya
tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan. Tahun 1971 berdiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan
(PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung,
IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP
Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga
berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan
Penyuluhan “pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah
Atas didalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.
Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP
dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk
mengisi jabatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah yang sampai
saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di
sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan
Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal
diakui tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menp an/1989 tentang
Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut ditetapkan secara resmi adanya
kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Akan tetapi
pelaksanaan di sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal untuk
mendukung misi sekolah dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan
pendidikan mereka.
Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan
dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas, parahnya lagi pengguna terutama
orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan BP. Muncul
anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah,
kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua
terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah.
Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru
dan Angka Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan
dan Konseling di sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan
lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk
pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Di Dalam SK
Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan diganti menjadi Bimbingan
dan Konseling di sekolah dan dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di
sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah mulai jelas.
Pra Lahirnya Program BK Pola 17
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di
sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan
pola yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra bimbingan dan
konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi terhadap pelaksanaan BK.
Pola yang tidak jelas itu mrengakibatkan:
- Guru BP (sekarang Guru BK) belum mampu mengoptimalisasikan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang menjadi tanggungjawabnya. Yang terjadi malah guru pembimbing ditugasi mengajarkan salah satu mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Kesenian, dsb.nya.
- Guru Pembimbing merangkap pustakawan, pengumpul dan pengolah nilai siswa dalam kelas-kelas tertentu serta berfungsi sebagai guru piket dan guru pengganti bagi guru mata pelajaran yang berhalangan hadir.
- Guru Pembimbing ditugasi sebagai “polisi sekolah” yang mengurusi dan menghakimi para siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah seperti terlambat masuk, tidak memakai pakaian seragam atau baju yang dikeluarkan dari celana atau rok.
- Kepala Sekolah tidak mampu melakukan pengawasan, karena tidak memahami program pelayanan serta belum mampu memfasilitasi kegiatan layanan bimbingan di sekolahnya,
- Terjadi persepsi dan pandangan yang keliru dari personil sekolah terhadap tugas dan fungsi guru pembimbing, sehingga tidak terjalin kerja sama sebagaimana yang diharapkan dalam organisasi bimbingan dan konseling.Kondisi-kondisi seperti di atas, nyaris terjadi pada setiap sekolah di Indonesia.
Pola umum Bimbingan dan Konseling di Sekolah BK POLA 17 (Prayitno,1999) dapat digambarkan sebagi berikut:
- Seluruh kegiatan bimbingan dan konseling (BK) didasari satu pemahaman yang menyeluruh dan terpadu tentang wawasan dasar Bimbingan dan Konseling yang meliputi pengertian, tujuan, fungsi, prinsip, dan asas-asas BK.
- Kegiatan Bimbingan dan Konseling secara menyeluruh meliputi empat bidang bimbingan, yaitu bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karir.
- Kegiatan Bimbingan dan Konseling dalam keempat bidang bimbingannya itu diselenggarakan melalui tujuh jenis layanan, yaitu layanan orientasi, informasi, penempatan/penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok dan konseling kelompok.
- Untuk mendukung ketujuh jenis layanan itu diselenggarakan lima jenis kegiatan pendukung, yaitu instrumentasi bimbingan dan konseling, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan kasus.
Pengembangan dan penyempurnaan dari BK
Pola 17 (Prayitno, 2006) yaitu penambahan pada bidang bimbingan, jenis
layanan dan kegiatan pendukung. Pola 17 Plus menjadi :
- Keterpaduan mantap tentang pengertian, tujuan, fungsi, prinsip dan asas serta landasan BK (Wawasan Bimbingan dan Konseling: fungsi ditambah satu yaitu fungsi advokasi).
- Bidang Pelayanan BK meliputi :
Bidang Pengembangan Pribadi, Sosial, Kegiatan Belajar, Karir, Kehidupan Berkeluarga dan Kehidupan Beragama.
- Jenis Layanan BK meliputi :
Layanan Orientasi, Informasi,Penempatan
dan Penyaluran, Penguasaan Konten, Konseling Perorangan, Bimbingan
Kelompok, Konseling Kelompok, Konsultasi, Mediasi
- Kegiatan Pendukung BK
Aplikasi Instrumentasi, Himpunan Data, KonfrensiKasus, Kunjungan Rumah, tampilan Kepustakaan, Alih Tangan Kasus.
Untuk pelaksanaan di sekolah bidang
bimbingannya tetap empat yaitu bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar
dan karir. Bimbingan dan Konseling di sekolah belumlah semulus dan
lancar seperti yang diharapkan. Hal ini banyak faktor penyebabnya dan
akan dibahas lebih lanjut dalam kesempatan lain.
Perjalanan BK Dalam Konteks Kurikulum.- Kurikulum 1974. Pada kurikulum program BK tidak terbagi atas bidang namun pada jenis layanan tetapi sifatnya masih kabur.
- Kurikulum 1984. Pada kurikulum di sekolah umum sudah ada penjurusan seperti A1 ,A2,A3 dan sebagainya, dalam hal ini peranan BK diperlukan dan sudah melaksanakan Aplikasi Instrumentasi BK.
- Kurikulum 1994. Dalam kurikulum ini guru BK sudah memberikan seperti tes, informasi, pembelajaran namun konteks masih belum jelas dan pedoman guru pembimbing belum ada (Buku-buku panduan). Dalam hal ini banyak guru BK yang yang dikatakan tidak bekerja. Adapun kesulitannya adalah banyaknya usulan yang berkiprah di sekolah namun yang menentukan adalah tim dosen seluruh Indonesia.
- Kurikulum 2004 adalah kurikulum KBK yang mana BK menyusun satu buku yang disebut modul sehingga pada tahun ini ada buku-buku seperti Intelegensi, karier di sekolah. Dan pada tahun 2004 lahirlah BK POLA 17, namun dalam KBK ada dua jenis program BK yakni Program BK POLA 17 dan Program BK Komperhensif.
- Kurikulum 2006 yakni Kurikulum KTSP yang mana BK mendapatkan respon yang positif dari pemerintah sehingga guru pembimbing terlibat langsung dalam kurikulum ini. Dan banyaknya Undang-undang yang mendukung berjalannya Bimbingan dan Konseling di sekolah. Pada tahun ini lahirlah BK POLA 17 PLUS yang di cetuskan oleh tim Prof. Prayitno dan kawan-kawan.
- Tahun 2010 jenis layanan bimbingan dan konseling di tambah dengan layanan advokasi, maka makin kuatlah Bimbingan dan Konseling namun tidak menutup kemungkinan bimbingan konseling akan semakin berkembang secara positif tentunya
- Tahun 2013 dalam Implementasi Kurikulum 2013 Bimbingan dan Konseling dimasukakan dalam Lampiran IV poin VIII. Konsep dan Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling di dalamnya berisi program BK Pola 17 Plus.
- Tahun 2014, Bimbingan dan Konseling diatur secara khusus dalam peraturan menteri yakni Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 , Permen ini sebagian berisi program BK Komprehensif yang telah disempurnakan dengan Layanan Peminatan.
Komentar
Posting Komentar