Mitos Tentang Autisme
Mitos: Semua anak dengan autisme memiliki kesulitan belajar.
Fakta: Autisme memiliki manifestasi yang berbeda pada setiap orang. Simtom gangguan ini dapat bervariasi secara signifikan dan meski beberapa anak memiliki kesulitan belajar yang berat, beberapa anak lain dapat memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi dan mampu menyelesaikan materi pembelajaran yang sulit, seperti persoalan matematika. Contohnya, anak dengan sindrom Asperger biasanya berhasil di sekolah dan dapat menjadi mandiri ketika ia dewasa.
Fakta: Autisme memiliki manifestasi yang berbeda pada setiap orang. Simtom gangguan ini dapat bervariasi secara signifikan dan meski beberapa anak memiliki kesulitan belajar yang berat, beberapa anak lain dapat memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi dan mampu menyelesaikan materi pembelajaran yang sulit, seperti persoalan matematika. Contohnya, anak dengan sindrom Asperger biasanya berhasil di sekolah dan dapat menjadi mandiri ketika ia dewasa.
Mitos: Anak dengan autisme tidak pernah melakukan kontak mata.
Fakta:
Banyak anak dengan autisme mampu melakukan kontak mata. Kontak mata
yang dilakukan mungkin lebih singkat durasinya atau berbeda dari anak
normal, tetapi mereka mampu melihat orang lain, tersenyum dan
mengekspresikan banyak komunikasi nonverbal lainnya.
Mitos: Anak dengan autisme sulit melakukan komunikasi secara verbal.
Fakta:
Banyak anak dengan autisme mampu mengembangkan kemampuan berbahasa yang
fungsional. Mereka mengembangkan beberapa keterampilan berkomunikasi,
seperti dengan menggunakan bahasa isyarat, gambar, komputer, atau
peralatan elektronik lainnya.
Mitos: Anak dengan autisme tidak dapat menunjukkan afeksi.
Fakta:
Salah satu mitos tentang autisme yang paling menyedihkan adalah
miskonsepsi bahwa anak dengan autisme tidak dapat memberi dan menerima
afeksi dan kasih sayang. Stimulasi sensoris diproses secara berbeda oleh
beberapa anak dengan autisme, menyebabkan mereka memiliki kesulitan
dalam menunjukkan afeksi dalam cara yang konvensional. Memberi dan
menerima kasih sayang dari seorang anak dengan autisme akan membutuhkan
penerimaan untuk menerima dan memberi kasih sayang sesuai dengan konsep
dan cara anak.
Orang tua terkadang merasa sulit
untuk berkomunikasi hingga anak mau mulai membangun hubungan yang lebih
dalam. Keluarga dan teman mungkin tidak memahami kecenderungan anak
untuk sendiri, tetapi dapat belajar untuk menghargai dan menghormati
kapasitas anak untuk menjalin hubungan dengan orang lain.
Mitos: Anak dan orang dewasa dengan autisme lebih senang sendirian dan menutup diri serta tidak peduli dengan orang lain.
Fakta:
Anak dan orang dewasa dengan autisme pada dasarnya ingin berinteraksi
secara sosial tetapi kurang mampu mengembangkan keterampilan interaksi
sosial yang efektif. Mereka sering kali sangat peduli tetapi kurang
mampu untuk menunjukkan tingkah laku sosial dan berempati secara
spontan.
Mitos: Anak dan orang dewasa dengan autisme tidak dapat mempelajari keterampilan bersosialisasi.
Fakta:
Anak dan orang dewasa dengan autisme dapat mempelajari keterampilan
bersosialisasi jika mereka menerima pelatihan yang dikhususkan untuk
mereka. Keterampilan bersosialisasi pada anak dan orang dewasa dengan
autisme tidak berkembang dengan sendirinya karena pengalaman hidup
sehari-hari.
Mitos: Autisme hanya sebuah fase kehidupan, anak-anak akan melaluinya.
Fakta: Anak
dengan autisme tidak dapat sembuh. Meski demikian, banyak anak dengan
simtom autisme yang ringan, seperti sindrom Asperger, dapat hidup
mandiri dengan dukungan dan pendidikan yang tepat. Anak-anak lain dengan
simtom yang lebih berat akan selalu membutuhkan bantuan dan dukungan,
serta tidak dapat hidup mandiri sepenuhnya.
Hal
itu menyebabkan kekhawatiran bagi sebagian orang tua, terutama ketika
mereka menyadari bahwa mereka mungkin tidak dapat mendampingi anak
memasuki masa dewasanya. Oleh karena itu, anak dengan autisme
membutuhkan bantuan.
Untuk itu, diperlukan suatu
diagnosis yang tepat dan benar untuk seorang anak dikatakan sebagai
autisme. Setelah mendapatkan diagnosis yang tepat, anak tersebut dapat
melakukan suatu terapi. Anak dengan autisme dapat dibantu dengan
memberikan terapi yang sesuai dengan kebutuhannya. Salah satu terapi
yang dapat dilakukan adalah dengan terapi okupasi. (Dedy
Suhaeri/"PR"/Winny Soenaryo, M.A., O.T.R./L. Pediatric Occupational
Therapist)***
Komentar
Posting Komentar